REMAJA
Remaja berasal
dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam
Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau
peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa
remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja
berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13
tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990:
23) adalah: masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini
anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun
cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Definisi Remaja
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003:26)
bahwa adolescene diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21
tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 –
15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 –
21 tahun = masa remaja akhir. Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini &
Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari
masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun,
dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/ (Diakses, Minggu 13 November 2011. Pukul 12.19)
PERTUMBUHAN FISIK
REMAJA
Pertumbuhan yang pesat dalam
munculnya berbagai perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer yang
menandakan awal masa remaja. Perubahan ini meliputi ukuran perubahan tubuh,
perubahan proporsi dan munculnya ciri kelamin utama (primer) dan sekunder karena
mulai berfungsinya hormon-hormon sekunder khususnya hormon reproduksi.
Perubahan ini berbeda bagi remaja pria dengan remaja perempuan.
1.
Perbedaan
Pertumbuhan Fisik
Secara
umum pertumbuhan fisik pada remaja menunjukkan irama yang sama cepatnya antara
remaja perempuan dan laki-laki. Namun penonjolan dalam pertumbuhan proporsi
tubuh mereka berbeda. Pertumbuhan
fisik pada remaja perempuan nampak lebih menonjol pada pertumbuhan tulang (badan
mulai tinggi, dan anggota badan menjadi panjang), mulai tumbuh payudara, mulai
memperoleh menstruasi, serta tumbuh bulu-bulu sekunder. Pertumbuhan yang paling
menonjol adalah kulit yang berubah menjadi halus dan pinggul yang membesar.
Sedang pertumbuhan pada remaja laki-laki ditandai dengan perubahan suara,
pertumbuhan tinggi badan yang pesat, pembesaran pada alat kelamin, dada
bertambah bidang, kulit menjadi kasar dan berbulu, serta pertumbuhan otot-otot.
Perubahan fisik yang terjadi sepanjang
masa remaja meliputi tiga hal yaitu:
a. Percepatan
pertumbuhan
b. Proses
pematangan seksual
c. Keanekaragaman
perubahan proporsi tubuh
Tingkat percepatan pertumbuhan tidak
sama pada setiap remaja, karena memang banyak faktor individual yang
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ini sehingga laju proses pertumbuhannya
menjadi berbeda.
Dalam perubahan
proporsi tubuh, sekalipun ada keturunan, perubahan yang terjadi juga
memperlihatkan adanya keanekaragaman. Pada masa kanak-kanak bentuk tubuh antara
laki-laki dengan perempuan tidak terlalu mencolok perbedaannya, tatapi pada
akhir anak-anak atau awal masa remaja perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki
dan perempuan tersebut semakin jelas. Remaja laki-laki cenderung menuju bentuk
mesomorf (kekar, berat, dan segitiga) sedangkan remaja perempuan cenderung
endomorf (gemuk dan berat) atau ektomorf (kurus dan bertulang panjang).
2.
Faktor
Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik Remaja
Faktor-faktor yang ditengarai dapat
mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja dapat berasal dari berbagai sumber,
antara lain:
a.
Keluarga
Faktor
dari keluarga yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja meliputi:
keturunan dan lingkungan. Keturunan menyebabkan seorang anak dapat lebih tinggi
atau panjangdibandingkan anak lainnya sehingga akan lebih berat pula tubuhnya,
sedang faktor lingkungan akan dapat membantu menentukan dapat tercapai tidaknya
perwujudan potensi keturunan anak tersebut.
b.
Gizi
Anak-anak
yang memperoleh gizi cukup selama masa pertumbuhannya biasanya akan lebih
tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf dibandingkan anak-anak
yang kekuranagn gizi.
c.
Gangguan Emosional
Dari
berbagai penelitian menyimpulakan bahwa anak yang terlalu sering mengalami
gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya “steroid adrenal” yang
berlebihan dan hal ini akan membawa akibat kekurangannya pembentukan hormon
pertumbuhan di kelenjar pituitary dan jika terjadi hal semacam itu, dapat
menghambat pertumbuhannya.
d.
Status Sosial Ekonomi
Meskipun
tidak dapat dijelaskan secara langsung, tetapi dalam kenyataanya menunjukkan
bahwa anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, secara umum cenderung lebih
kecil daripada anak yang berasal dari keluarga yang mampu atau status sosial
ekonomi yang tinggi.
e.
Kesehatan
Status
kesehatan anak juga banyak mempengaruhi pertumbuhan remaja. Anak yang sehat dan
jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat daripada anak yang
sering sakit.
f.
Bentuk Tubuh
Anak
yang bentuk tubuhnya mesomorf akan tumbuh lebih besar daripada anak yang
endomorf atau ektomorf, karena memang lebih gemuk dan berat.
3.
Pengaruh
Pertumbuhan Fisik pada Perilaku
Akibat pertumbuhan
fisik yang pesat pada remaja, maka perubahan pada remaja tidak saja nampak pada
pertambahan tinggi dan berat badan, tetapi juga muncul berbagai macam akibat
psikologis yang sering termanifestasi pada perilaku. Dalam berperilakupun remaja
harus menyesuaikan dengan pertumbuhan tersebut, baik dalam cara berpakaian
maupun bergaul dengan teman. Keadaan ini akan lebih diperparah karena sikap
orang-orang disekitarnya yang kurang “menerima” dan juga sikapnya sendiri dalam
menanggapi perubahan fisik.
Salah satu dari
beberapa konsekuensi masa remaja yang paling penting adalah pengaruh jangka
panjang terhadap sikap, perilaku sosial, minat dan kepribadian. Bila sikap dan
perilaku remaja kurang diterima oleh lingkungan dan dapat menghilang setelah
keseimbangan perkembangan tercapai tidaklah menjadi masalah. Akan tetapi
beerapa penelitian menemukan bahwa ciri kepribadian yang sudah terbentuk
menjadi sulit dihilangkan.
4.
Upaya
Untuk Memberikan Bantuan
Bila perhatian remaja
banyak ditujukan pada kelompok, maka perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh
perilaku kelompoknya. Perilaku kelompok remaja dapat terbentuk di dalam sekolah
maupun diluar sekolah. Jenis kegiatan kelompok biasanya ditetapkan oleh
kelompok yang bersangkutan, sehingga disamping ada kegiatan yang bernilai
positif sering pula ada berbagai kegiatan yang bernilai negatif.
Dengan mencermati bahwa
kelompok sebaya merupakan hal yang sangat berpengaruh dan menentukan perilaku
dan perkembangan remaja maka perkembangan program kelompok remaja kearah
kegiatan yang bernialai positif merupakan hal mutlak diperlukan. Perkembangan
aspek penalaran dari psikis yang ada pada remaja tidak sepesat pertumbuhan
fisiknya, sehingga pengawasan orang dewasa baik guru maupun orang tua terhadap
kegiatan kelompok remaja, dan memilih teman-teman kelompok sebaya akan dapat
dipakai sebagai upaya preventif bagi pengembangan remaja yang produktif.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF REMAJA
1.
Konsep kecerdasan
Yang
membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuannya untuk berfikir dan
akal budi. Binatang hanya memiliki naluri untk bertingkah laku, tetapi manusia
bisa menggunakan akal pikirannya. Kemampuan berfikir tersebut ada dalam aspek
kognitif, yang sering disebut kecerdasan atau intelegensi.
Charles Spearman
mengatakan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan yang merupakan kemampuan
tunggal artinya semua tugas dan prestasi mental hanya menuntut dua macam
kualitas saja yaitu inteligensi umum dan ketrampilan individu dalam hal
tertentu. Trostone mengatakan bahwa inteligensi umum sebenarnya terdiri dari 7
kemampuan yang dapat dibedakan dengan
jelas.
Kemampuan
tersebut adalah : a) menjumlah, mengalikan, membagi b) menulis dan berbicara
dengan mudah, c) memahami danmengerti makna kata yag diucapkan, d) memperoleh
kesamaan tentang sesuatu, e) mampu memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran
dari pengalaman lampau, f) dengan tepat dapat melihat dan mengerti akan
hubungan antara benda dengan ruang, g) mengenai objek dengan cepat dan
tepat.kemampuan-kemampuan tersebut menurut Trostone
saling berhubungan satu dengan yang lain, serta membentuk satu kesatuan dalam
bentuk konsep inteligensi, walaupun penekanannya tetap pada segi masing –
masing. Wechler, berpendapat bahwa
inteligensi merupakan keseluruhan kemampuan idividu untuk berfikir dan
bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif.
Pendapat
– pendapat tersebut sangat bervariasi, dapat disimpulkan bahwa inteligensi
merupakan kemampuan dalam berbagi bidang yang dalam berfungsinga saling
berhubungan serta dapat diambil melalui perilaku individu. Witherington, mengemukakan beberapa ciri perilaku inteligensi
sebagai manifestasi dari kemampuan inteligensi, yaitu:
A. Kemampuan dalam
menggunakan bilangan (acility in the use
numbers).
B. Efisiensi dalam
berbahasa
( language efficiency)
C. Kecepatan dalam
pengamatan (speed of perception)
D. Kemudahan dalam
mengingat (facility in memorizing)
E. Kemudahan dalam
memahami hubungan (facility in
comprehending relationship)
F. Imaginasi (imagination).
2. Pengukuran kecerdasan
Kecerdasan diukur menggunakan alat pengukur kecerdasan.
Orang pertama yang melakukan tes tersebut adalah Binet yang mengukur fungsi
kognitif, ketajaman bayangan, lama dan kualitas pemusatan perhatian, ingatan,
penilaian estetis dan moral, pemikiran logis dan pengertian-pengertian logis
mengenai bahasa. Tes tersebut kemudian disemprnakan oleh Teodore Simon,
sehingga kemudian dikenal dengan istilah tes inteligensi Binet Simon. Hasil tes
inteligensi tersebut disebut dengan Intelligency
Quotient (IQ) yang menunjukkan tingkat inteligensi seseorang. Skor IQ
didapatkan dengan menghitung umur mental (Mental
Age / MA) dibagi umur kronologis (Cronological
Age / CA) dikalikan 100%. Sehingga rumusnya adalah IQ – MA/CA x 100%.
3.Karakteristik
Perkembangan
Kecerdasan Remaja
Kecerdasan pada
masa remaja tidak mudah diukur, karena perkembangan kecerdasan tidak mudah
dilihat. Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang
hebat, dan selanjutnya akan terjadi perkembangan kemampuan yang teratur. Pada
masa awal remaja, kira – kira usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut
masa operasional formal (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja lebih
cenderung mempertimbangkan hal yang “mungkin” dibanding hal yang nyata.
4. Faktor yang Mempengaruhi perkembangan kecerdasan / intelektual
Menurut Andi Mapiare (1982:80) factor – factor
yang mempengaruhi perkembagan intelektual adalah :
a. Bertambahnya
informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir
reflektif.
b. Banyaknya
pengalaman dan latihan – latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat
berpikir proporsional.
c. Adanya
kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis –
hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan
menunjang keberanian atau memecahkan masalah atau menarik kesimpulan yang baru
dan benar.
Tiga
kondisi di atas sesuai dengan dasar – dasar teori Piaget mengenai perkembangan
inteligensi:
1). Fungsi
inteligensi memasuki masa adaptasi yang bersifat biologis.
2). Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya
struktur inteligensi baru, sehingga berpengaruh pula terhadap terjadinya
perubahan kualitatif.
PERKEMBANGAN
EMOSI REMAJA
Meningginya emosi remaja disebabkan oleh tekanan
sosial dan kondisi baru akibat ia kurang mempersiapkan diri. Pola emosi remaja
sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, perbedaannya terletak pada rangsangan
yang membangkitkan tingkatan emosi dan pengendalian diri dalam
mengungkapkannya.
Remaja akan mencapai kematangan emosi bila pada
akhir masa remaja ia dapat mengungkapkan emosi dengan cara yang dapat diterima.
Untuk mencapainya, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi
yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Salah satu caranya adalah dengan
membicarakan masalahnya dengan orang lain.
PERKEMBANGAN
MORAL REMAJA
Moral adalah ajaran tentang baik buruk, perbuatan
dan kelakuan akhlak, kewajiban dan sebagainya (Purwadarminta, 1957). Menurut Santrock
dan Yussen (1977), moral adalah sesuatu yang menyangkut kebiasaan atau
aturan yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Maka moral merupakan kendali, kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan.
Perkembangan
moral dan norma sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani, perkembangan
ini terjadi pada masa remaja. Pola asuh yang dilakukan dengan penuh kasih
sayang merupakan syarat yang paling utama untuk megembangkan hati nurani.
Menurut Furter, kehidupan moral
merupakan problem pokok dalam masa remaja. Berikut 3 pendapat Furter:
a. Tingkah
laku moral yang sesungguhnya baru terjadi pada masa remaja.
b. Masa
remaja sebagai periode masa muda arus dihayati betul-betul untuk dapat mencapai
tingkah laku moral yang otonom.
c. Ekstensi
moral sebagai keseluruhan merupakan masalah moral, hal itu harus dilihat
sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai atau penilaian.
A.
Beberapa
teori tentang perkembangan moral:
a. Teori
perkembangan moral menurut psikoanalis
dari Freud
Manusia mula-mula mempunyai Das Es (impuls-impuls nafsu), lalu Das Ich (yang menjaga supaya hubungan
dengan realitas dapat dikoordiner), yang terakhir ada Das Ueber Ich (yang mengendalikan tingkah laku). Das Ueber Ich dipandang sebagai instansi
dengan norma-norma yang telah diinternalisasi.
b. Teori
perkembangan moral menurut pendekatan
kognitif dari Piaget
Jenis moral menurut Piaget :
∞
Pemahaman moral
heteronom (2-7 tahun)
Anak menilai
tingkah laku baik buruk benar salah dipandang dari akibatnya, bukan dari
niatnya. Walaupun niatnya baik jika akibatnya jelek, maka perbuatan itu dianggap
jelek. Pada periode ini anak akan bertingkah laku baik dan benar untuk menjauhi
hukuman, mereka mengira peraturan bersifat mutlak, tak dapat diubah, dan
ditentukan oleh penguasa.
∞
Pemahaman moral otonom
(10 tahun)
Pada periode ini
anak telah mengetahui bahwa moral ditentukan berdasarkan kesepakatan banyak
orang, dan setiap individu tunduk pada kesepakatan tersebut. Anak berpendapat
tujuan dari peraturan adalah untuk memelihara kepentingan bersama dan saling
menghormati.
∞
Periode transisi (7-10
tahun)
Merupakan
periode peralihan dari pemahaman moral heteronom dengan pemahaman moral otonom,
sehingga membuat pandangan moral anak masih berubah-ubah.
c. Teori
perkembangan moral menurut Kohlberg
Kohlberg
mengembangkan 6 stadium dalam 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat
pra-konvensional, anak belum mengenal moral
a) Stadium
pertama, orientasi kepatuhan dan hukuman
Anak menurut
perintah dan patuh untuk menghindari diri dari hukuman dan mendapat
penghargaan.
b) Stadium
kedua, orientasi individualisme dan instrumental
Anak melakukan
sesuatu tergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesanggupan (hedonistik).
2. Tingkat
konvensional, terjadi pada siswa sekolah dasar
a) Stadium
ketiga, orientasi konformitas interpersonal
Anak
menyesuaikan diri terhadap apa yang diyakini masyarakat, mematuhi standar moral
untuk memperoleh nilai baik dari masyarakat.
b) Stadium
keempat, orientasi hukum dan aturan
Individu
berpendapat, kegiatan yang bermoral adalah yang sesuai dengan aturan-aturan
dalam masyarakat.
3. Tingkat
pasca konvensional
a) Stadium
kelima, orientasi kontrak sosial
Individu masih
mau diatur oleh hukum namun mereka meyakini bahwa perubahan dan perbaikan
standar moral itu dimungkinkan.
b) Stadium
keenam, orientasi etis universal
Individu sudah
dapat membuat pertimbangan moral yang bersumber dari kata hati dan keyakinan
diri sendiri.
d. Teori
perkembangan moral menurut Furter
Furter
menyatakan bahwa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru timbul pada masa
remaja (Monks dkk, 1982 : 256). Remaja dapat menginternalisasi penilaian moral
dan menjadikannya sebagai nilai pribadi.
e. Teori
perkembangan moral ditinjau dari teori belajar
Teori ini
mengemukakan bahwa tingkah laku adalah hal yang dipelajari. Jadi tingkah laku
anak bukan karena hadiah, hukuman atau penguat yang lain, tetapi karena sesuai
dengan apa yang seharusnya dilakukan. Proses belajar dan proses perkembangan
kognitif memegang peranan penting dalam perkembangan moral.
B.
Tugas
perkembangan remaja
1. Mengatasi
sifat tergantung pada orang lain
2. Memahami
norma pergaulan dengan teman sebaya
3. Mempersiapkan
diri untuk dapat hidup dewasa
4. Mampu
menghadapi masalah, bertindak, dan bertanggung jawab sendiri
5. Menanggulangi
sikap dan perilaku kekanakan
C.
Masalah
pada masa remaja
1. Upaya
untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanakan menjadi sikap dewasa tidak
mudah dicapai.
2. Kesulitan
untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya.
3. Perkembangan
fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan pada remaja, sehingga
sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma.
4. Remaja
yang menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problem kehidupan, akan
menghadapi berbagai masalah penyesuaian emosional.
5. Harapan
untuk dapat berdiri sendiri dan hidup mandiri (secara sosial ekonomis) akan
bermasalah dalam penetapan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan.
6. Norma
dan nilai yang dimiliki remaja dianggap lebih sesuai daripada norma yang
berlaku dalam bermasyarakat.
PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
Pada usia remaja
pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, termasuk hubungan sosial dengan lawan
jenis. Remaja memiliki hubungan sosial yang lebih solid dengan lingkungan bermainnya
(peer group) dibandingkan dengan
keluarga dan orang tua. Pemuasa intelektual juga didapatkan remaja dalam
kelompoknya dengan melakukan diskusi dan perdebatan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.
Remaja menganggap bahwa keberhasilan dalam pergaulan
sosial khususnya di dalam kelompoknya akan menambah rasa percaya diri di dalam
dirinya. Dan penolakan dalam kelompok merupakan hukuman yang paling berat bagi
remaja. Oleh karena itu setiap remaja selalu berusaha untuk diterima oleh
kelompoknya. Penerimaan sosial (sosial
acceptance) dalam kelompok remaja sangat bergantung pada :
1. Kesan
pertama
2. Penampilan
yang menarik
3. Partisipasi
sosial
4. Perasaan
humor yang dimiliki
5. Keterampilan
berbicara
6. Kecerdasan
Pada
suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Bronson, menyimpulkan adanya
tiga pola interaksi sosial, yaitu :
1. Withdrawal vs Expansive
Anak yang
tergolong Withdrawal cenderung
menarik diri dari pergaulan sosial, sehingga ia lebih senang hidup menyendiri.
Sedangkan anak yang tergolong Expansive cenderung
mudah bergaul sehingga memiliki pergaulan sosial yang luas.
2. Reactive vs Aplacidity
Anak yang Reactive cenderung memiliki kepekaan
sosial yang tinggi, sehingga mereka banyak kegiatan. Sedangkan anak yang tergolong
Aplacidity lebih acuh tak acuh bahkan
tidak perduli dengan kegiatan sosial, akibatnya mereka terisolir dalam
pergaulan sosial.
3. Passivity vs Dominant
Anak yang
berorientasi Passivity juga banyak
mengikuti kegiatan sosial, namun mereka sudah cukup puas sebagai anggota
kelompok saja, sebaliknya anak yang Dominant
mempunyai kecendrungan untuk menguasai dan mempengaruhi teman-temannya,
sehingga mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi pimpinan.
A.
Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja
1. Remaja
mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan.
Remaja
pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa.
Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma
pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi
cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama
remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman
hidup .
2.
Kehidupan sosial remaja
ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering
mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang
dialaminya.
3.
Remaja mulai pencarian jati dirinya
Menurut
“ Erick Erikson ‘ Bahwa masa remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati
diri. Erikson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh
sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh
dan berorientasi pada kepentingan seksual.
4.
Pengelompokkan sosial baru.
Dalam perkembangan sosial remaja terjadi
pengelompokkan sosial baru, yang kecendrungannya pengelompokkan sosial bagi
remaja laki-laki lebih besar dan tidak terlalu akrab, dibandingkan dengan
pengelompokkan sosial remaja perempuan yang lebih kecil dan lebih dekat.
Pengelompokkan tersebut menurut Hurlock (1980) yaitu teman dekat, kelompok
kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.
Pergaulan remaja
banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun
kelompok kecil. Pada masa remaja ada
beberapa sikap yang sering ditampilkan dalam kelompok, seperti:
1. Adanya
persaingan dan kompetisi
2. Adanya
konfromitas yakni selalu ingin tampil sama dengan anggota kelompok lainnya
3. Selalu
ingin menarik perhatian dengan cara menonjolkan diri dan memperhatikan orang
lain
4. Menolak
aturan dan campur tangan dari orang dewasa
Kehidupan
sosial remaja juga ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan
emosional, remaja cenderung tertutup sehubungan dengan masalah yang ia alami.
Berdasarkan tulisan Abin Samsuddin (2003) yang dikutip dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/05/karakteristik-perilaku-dan-pribadi-pada-masa-remaja/ (Diakses Minggu, 13 November 2011. Pukul 12.23) karakteristik
perilaku dan masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu
remaja awal (11-13 s/d 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s/d 18-20 tahun)
meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas,
keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian.
Remaja
Awal
(11-13 Th s.d.14-15 Th)
|
Remaja
Akhir
(14-16 Th.s.d.18-20 Th)
|
Fisik
|
|
Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat.
|
Laju perkembangan secara umum kembali menurun,
sangat lambat.
|
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering-
kali kurang seimbang.
|
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih
seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.
|
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada
pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai
aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day
dreaming pada laki-laki.
|
Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti
pada orang dewasa.
|
Psikomotor
|
|
Gerak – gerik tampak canggung dan kurang
terkoordinasikan.
|
Gerak gerik mulai mantap.
|
Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.
|
Jenis dan jumlah cabang permainan lebih
selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan
kerja.
|
Bahasa
|
|
Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai
tertarik mempelajari bahasa asing.
|
Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu
yang dipilihnya.
|
Menggemari literatur yang bernafaskan dan
mengandung segi fantastik dan estetik.
|
Menggemari literatur yang bernafaskan dan
mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
|
Perilaku
Kognitif
|
|
Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas)
yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
|
Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika
formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif
dan komprehensif.
|
Kecakapan dasar intelektual menjalani laju
perkembangan yang terpesat.
|
Tercapainya titik puncak kedewasaan bahkan
mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi
deklinasi.
|
Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan
kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas.
|
Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak
dan kemantapannya
|
Perilaku
Sosial
|
|
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi (perasaan
tidak sadar yang saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap
seseorang pada waktu yang sama) keinginan
menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat
temporer.
|
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas
dan selektif dan lebih lama (teman dekat).
|
Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok
sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
|
Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur
fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki
kesamaan minat.
|
Moralitas
|
|
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari
dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
|
Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai
atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat
ber-buat keliru atau kesalahan.
|
Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis
mulai menguji kaidah-kaidah atau system
nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para
pendukungnya.
|
Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai
tindakannya sendiri atas norma atau system
nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
|
Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang
dipandang tepat dengan tipe idolanya.
|
Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas
kebebasan- nya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya.
|
Perilaku
Keagamaan
|
|
Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan
Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis
|
Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan
mulai dipahamkan dan dihayati menurut system kepercayaan atau agama yang
dianutnya.
|
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari
dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar
dirinya.
|
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai
dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara
tulus ikhlas
|
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup
|
Mulai menemukan pegangan hidup
|
Konatif,
Emosi, Afektif dan Kepribadian
|
|
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih
sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah
kecenderungannya
|
Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang
akan mewarnai pola dasar kepribadiannya.
|
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih
labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau
kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat
|
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya
tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.
|
Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai
tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski
masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
|
Kecenderungan titik berat kearah sikap nilai
tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan
minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi
warna kepada tipe kepribadiannya.
|
Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi
krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya,
yang akan membentuk kepribadiannnya.
|
Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara
positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepriba-diannya yang
relative definitive yang akan mewarnai
hidupnya sampai masa dewasa.
|
B.
Tujuan
Perkembangan Sosial Remaja
Hubungan
dan perkembangan sosial sudah dimulai sejak bayi, dilanjutkan pada masa
kanak-kanak dan remaja. Hubungan sosial anak pada mulanya masih sangat
terbatas, dimulai dari orang tua, keluarga, teman sebaya baik teman sejenis dan
teman lawan jenis. Berdasarkan hubungan sosial dan tugas berkembangannya ada
beberapa tujuan perkembangan pada remaja, yakni :
1. Memperluas
kontak sosial
Remaja mulai memperluas lingkup sosialnya, khususnya
dalam memilih teman. Remaja mulai menginginkan teman yang memiliki nilai yang
sama, dapat saling memahami dan memberikan rasa aman. Agar remaja dapat
membicarakan hal-hal yang tidak dapat mereka bicarakan dengan orang tuanya.
Untuk itu remaja mulai memperluas hubungan sosialnya dengan tidak hanya mencari
teman yang ada di lingkungan terdekatnya.
2. Mengembangkan
identitas diri
Remaja mulai ingin menjawab seputar pertanyaan
tentang dirinya. Erikson sering menyebut dengan istilah identitas ego yakni
perkembangan diri kearah individualitas yang mantap, yang merupakan aspek
penting dalam perkembangan untuk diri sendiri menjawab pertanyaan tentang
dirinya, mengambil keputusan sendiri sampai dengan hidup sendiri.
3. Menyesuaikan
dengan kematangan seksual
Kematangan seksual yang dialami remaja diikuti
dengan kematangan psikoseksualnya. Namun remaja dengan perkembangan biologis
yang matang belum tentu matang secara sosial. Dalam hal ini ditunjukkan dengan
ketertarikan remaja dengan lawan jenis.
4. Belajar
menjadi orang dewasa
Remaja dalam hubungan sosialnya telah meluas dalam
kehidupan bermasyarakat, remaja tidak hanya bergaul dengan sesame teman
remajanya tetapi juga denga orang dewasa. Dengan begitu remaja dapat belajar
bagaimana menjadi orang dewasa dalam menerima kedudukan, menjalankan peran,
dalam keluarga dan masyarakat luas.
C.
Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja
Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dalam perkembangan sosial remaja sangat dipengaruhi oleh :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
2. Kematangan
anak
Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, ember
dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi
atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang
dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara
tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
4. Tingkat
pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak
dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman
norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja
dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma
kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5. Kemampuan
Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01/makalah-tentang-perkembangan-hubungan.html
(Diakses Minggu, 13 November 2011 Pukul 12.15)
D.
Teori
Perkembangan Sosial Erikson
Dalam
perkembangan sosial Erikson mengajukan serangkaian delapan tahap perkembangan
yang mencakup keseluruhan perputaran hidup (Rathus, 1981; Siti Partini, 1995;
Santrock, 1997) sebagai berikut :
1. Rasa
percaya diri vs curiga (Basic trust vs
mistrust)
2. Otonomi
vs malu, bimbang (autonomy vs shame,
doubth)
3. Inisiatif
vs rasa bersalah (intiative vs guilt)
4. Industry
vs infioritas (industry vs infiority)
5. Identitas
vs kebingungan peran (identity vs role
confusion)
6. Intimasi
vs isolasi (intimacy vs isolation)
7. Generativitas
vs stagnasi (generativity vs stagnation)
8. Integritas
ego vs putus asa (ego integrity vs
despair)
Dilihat dari perkembangan sosial, usia
remaja termasuk pada tahap kelima dari teori psikososial dari Erikson yaitu
pencarian identitas vs kebingungan identitas. Dimana pada masa itu remaja
diharapkan pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana serta
bagaiman tentang dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock E.B., 1980. Psikologi Perkembangan. Alih Bahasa
Istiwidiyanti dan Soedjarwo.
Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Purwanti dan
Widodo.2000.Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMY.
Rathus A.R, 1981.Psychologi.
College Publishing,USA.
Rochmad Wahab,H., dan Soloehudin,
M. 1998/1999. Perkembangan dan Belajar Peserta
Didik. Jakarta :
Depdikbud.
Santrock J.W., 1997. Live Span
Development. Timer Mirror Higher education. USA
Siti Partini, 1995. Psikologi
Perkembangan. FIP IKIP YOGYAKARTA.
Sunarto dan Hartono.1995.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dekdikbud
Syamsudin dkk.,2004. Perkembangan
Peserta Didik. Yogyakarta: FIP UNY.
12.19)
(Diakses Minggu, 13 November 2011
Pukul 12.15)
masa-remaja/ (Diakses Minggu, 13 November 2011. Pukul 12.23)