Pages

 

Kamis, 02 Februari 2012

REMAJA

0 komentar
REMAJA
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah: masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Definisi Remaja

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003:26) bahwa adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/ (Diakses, Minggu 13 November 2011. Pukul 12.19)

PERTUMBUHAN FISIK REMAJA
            Pertumbuhan yang pesat dalam munculnya berbagai perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer yang menandakan awal masa remaja. Perubahan ini meliputi ukuran perubahan tubuh, perubahan proporsi dan munculnya ciri kelamin utama (primer) dan sekunder karena mulai berfungsinya hormon-hormon sekunder khususnya hormon reproduksi. Perubahan ini berbeda bagi remaja pria dengan remaja perempuan. 
1.      Perbedaan Pertumbuhan Fisik
Secara umum pertumbuhan fisik pada remaja menunjukkan irama yang sama cepatnya antara remaja perempuan dan laki-laki. Namun penonjolan dalam pertumbuhan proporsi tubuh mereka berbeda. Pertumbuhan fisik pada remaja perempuan nampak lebih menonjol pada pertumbuhan tulang (badan mulai tinggi, dan anggota badan menjadi panjang), mulai tumbuh payudara, mulai memperoleh menstruasi, serta tumbuh bulu-bulu sekunder. Pertumbuhan yang paling menonjol adalah kulit yang berubah menjadi halus dan pinggul yang membesar. Sedang pertumbuhan pada remaja laki-laki ditandai dengan perubahan suara, pertumbuhan tinggi badan yang pesat, pembesaran pada alat kelamin, dada bertambah bidang, kulit menjadi kasar dan berbulu, serta pertumbuhan otot-otot.
Perubahan fisik yang terjadi sepanjang masa remaja meliputi tiga hal yaitu:
a.       Percepatan pertumbuhan
b.      Proses pematangan seksual
c.       Keanekaragaman perubahan proporsi tubuh
Tingkat percepatan pertumbuhan tidak sama pada setiap remaja, karena memang banyak faktor individual yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ini sehingga laju proses pertumbuhannya menjadi berbeda.
Dalam perubahan proporsi tubuh, sekalipun ada keturunan, perubahan yang terjadi juga memperlihatkan adanya keanekaragaman. Pada masa kanak-kanak bentuk tubuh antara laki-laki dengan perempuan tidak terlalu mencolok perbedaannya, tatapi pada akhir anak-anak atau awal masa remaja perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan perempuan tersebut semakin jelas. Remaja laki-laki cenderung menuju bentuk mesomorf (kekar, berat, dan segitiga) sedangkan remaja perempuan cenderung endomorf (gemuk dan berat) atau ektomorf (kurus dan bertulang panjang).

2.      Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik Remaja
Faktor-faktor yang ditengarai dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a.       Keluarga
Faktor dari keluarga yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja meliputi: keturunan dan lingkungan. Keturunan menyebabkan seorang anak dapat lebih tinggi atau panjangdibandingkan anak lainnya sehingga akan lebih berat pula tubuhnya, sedang faktor lingkungan akan dapat membantu menentukan dapat tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut.
b.      Gizi
Anak-anak yang memperoleh gizi cukup selama masa pertumbuhannya biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf dibandingkan anak-anak yang kekuranagn gizi.
c.       Gangguan Emosional
Dari berbagai penelitian menyimpulakan bahwa anak yang terlalu sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya “steroid adrenal” yang berlebihan dan hal ini akan membawa akibat kekurangannya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitary dan jika terjadi hal semacam itu, dapat menghambat pertumbuhannya.
d.      Status Sosial Ekonomi
Meskipun tidak dapat dijelaskan secara langsung, tetapi dalam kenyataanya menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, secara umum cenderung lebih kecil daripada anak yang berasal dari keluarga yang mampu atau status sosial ekonomi yang tinggi.
e.       Kesehatan
Status kesehatan anak juga banyak mempengaruhi pertumbuhan remaja. Anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat daripada anak yang sering sakit.
f.       Bentuk Tubuh
Anak yang bentuk tubuhnya mesomorf akan tumbuh lebih besar daripada anak yang endomorf atau ektomorf, karena memang lebih gemuk dan berat.


3.      Pengaruh Pertumbuhan Fisik pada Perilaku
Akibat pertumbuhan fisik yang pesat pada remaja, maka perubahan pada remaja tidak saja nampak pada pertambahan tinggi dan berat badan, tetapi juga muncul berbagai macam akibat psikologis yang sering termanifestasi pada perilaku. Dalam berperilakupun remaja harus menyesuaikan dengan pertumbuhan tersebut, baik dalam cara berpakaian maupun bergaul dengan teman. Keadaan ini akan lebih diperparah karena sikap orang-orang disekitarnya yang kurang “menerima” dan juga sikapnya sendiri dalam menanggapi perubahan fisik.
Salah satu dari beberapa konsekuensi masa remaja yang paling penting adalah pengaruh jangka panjang terhadap sikap, perilaku sosial, minat dan kepribadian. Bila sikap dan perilaku remaja kurang diterima oleh lingkungan dan dapat menghilang setelah keseimbangan perkembangan tercapai tidaklah menjadi masalah. Akan tetapi beerapa penelitian menemukan bahwa ciri kepribadian yang sudah terbentuk menjadi sulit dihilangkan.

4.      Upaya Untuk Memberikan Bantuan
Bila perhatian remaja banyak ditujukan pada kelompok, maka perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Perilaku kelompok remaja dapat terbentuk di dalam sekolah maupun diluar sekolah. Jenis kegiatan kelompok biasanya ditetapkan oleh kelompok yang bersangkutan, sehingga disamping ada kegiatan yang bernilai positif sering pula ada berbagai kegiatan yang bernilai negatif.     
Dengan mencermati bahwa kelompok sebaya merupakan hal yang sangat berpengaruh dan menentukan perilaku dan perkembangan remaja maka perkembangan program kelompok remaja kearah kegiatan yang bernialai positif merupakan hal mutlak diperlukan. Perkembangan aspek penalaran dari psikis yang ada pada remaja tidak sepesat pertumbuhan fisiknya, sehingga pengawasan orang dewasa baik guru maupun orang tua terhadap kegiatan kelompok remaja, dan memilih teman-teman kelompok sebaya akan dapat dipakai sebagai upaya preventif bagi pengembangan remaja yang produktif.




PERKEMBANGAN KOGNITIF REMAJA
1.      Konsep kecerdasan
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuannya untuk berfikir dan akal budi. Binatang hanya memiliki naluri untk bertingkah laku, tetapi manusia bisa menggunakan akal pikirannya. Kemampuan berfikir tersebut ada dalam aspek kognitif, yang sering disebut kecerdasan atau intelegensi.
Charles Spearman mengatakan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan yang merupakan kemampuan tunggal artinya semua tugas dan prestasi mental hanya menuntut dua macam kualitas saja yaitu inteligensi umum dan ketrampilan individu dalam hal tertentu. Trostone mengatakan bahwa inteligensi umum sebenarnya terdiri dari 7 kemampuan  yang dapat dibedakan dengan jelas.
Kemampuan tersebut adalah : a) menjumlah, mengalikan, membagi b) menulis dan berbicara dengan mudah, c) memahami danmengerti makna kata yag diucapkan, d) memperoleh kesamaan tentang sesuatu, e) mampu memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran dari pengalaman lampau, f) dengan tepat dapat melihat dan mengerti akan hubungan antara benda dengan ruang, g) mengenai objek dengan cepat dan tepat.kemampuan-kemampuan tersebut menurut Trostone saling berhubungan satu dengan yang lain, serta membentuk satu kesatuan dalam bentuk konsep inteligensi, walaupun penekanannya tetap pada segi masing – masing. Wechler, berpendapat bahwa inteligensi merupakan keseluruhan kemampuan idividu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Pendapat – pendapat tersebut sangat bervariasi, dapat disimpulkan bahwa inteligensi merupakan kemampuan dalam berbagi bidang yang dalam berfungsinga saling berhubungan serta dapat diambil melalui perilaku individu. Witherington, mengemukakan beberapa ciri perilaku inteligensi sebagai manifestasi dari kemampuan inteligensi, yaitu:
A. Kemampuan dalam menggunakan bilangan (acility in the use numbers).
B. Efisiensi dalam berbahasa ( language efficiency)
C. Kecepatan dalam pengamatan (speed of perception)
D. Kemudahan dalam mengingat (facility in memorizing)
E. Kemudahan dalam memahami hubungan (facility in comprehending relationship)
F. Imaginasi (imagination).


2. Pengukuran kecerdasan
Kecerdasan diukur menggunakan alat pengukur kecerdasan. Orang pertama yang melakukan tes tersebut adalah Binet yang mengukur fungsi kognitif, ketajaman bayangan, lama dan kualitas pemusatan perhatian, ingatan, penilaian estetis dan moral, pemikiran logis dan pengertian-pengertian logis mengenai bahasa. Tes tersebut kemudian disemprnakan oleh Teodore Simon, sehingga kemudian dikenal dengan istilah tes inteligensi Binet Simon. Hasil tes inteligensi tersebut disebut dengan Intelligency Quotient (IQ) yang menunjukkan tingkat inteligensi seseorang. Skor IQ didapatkan dengan menghitung umur mental (Mental Age / MA) dibagi umur kronologis (Cronological Age / CA) dikalikan 100%. Sehingga rumusnya adalah IQ – MA/CA x 100%.
3.Karakteristik Perkembangan Kecerdasan Remaja
Kecerdasan pada masa remaja tidak mudah diukur, karena perkembangan kecerdasan tidak mudah dilihat. Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, dan selanjutnya akan terjadi perkembangan kemampuan yang teratur. Pada masa awal remaja, kira – kira usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasional formal (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja lebih cenderung mempertimbangkan hal yang “mungkin” dibanding hal yang nyata.

4. Faktor yang Mempengaruhi perkembangan  kecerdasan / intelektual
Menurut Andi Mapiare (1982:80) factor – factor yang mempengaruhi perkembagan intelektual adalah :
a.       Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir reflektif.
b.      Banyaknya pengalaman dan latihan – latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.
c.       Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis – hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian atau memecahkan masalah atau menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar – dasar teori Piaget mengenai perkembangan inteligensi:
1). Fungsi inteligensi memasuki masa adaptasi yang bersifat biologis.
2). Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur inteligensi baru, sehingga berpengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif.
PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA
Meningginya emosi remaja disebabkan oleh tekanan sosial dan kondisi baru akibat ia kurang mempersiapkan diri. Pola emosi remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan tingkatan emosi dan pengendalian diri dalam mengungkapkannya.
Remaja akan mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja ia dapat mengungkapkan emosi dengan cara yang dapat diterima. Untuk mencapainya, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Salah satu caranya adalah dengan membicarakan masalahnya dengan orang lain.

PERKEMBANGAN MORAL REMAJA
Moral adalah ajaran tentang baik buruk, perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban dan sebagainya (Purwadarminta, 1957). Menurut Santrock dan Yussen (1977), moral adalah sesuatu yang menyangkut kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Maka moral merupakan kendali, kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
Perkembangan moral dan norma sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani, perkembangan ini terjadi pada masa remaja. Pola asuh yang dilakukan dengan penuh kasih sayang merupakan syarat yang paling utama untuk megembangkan hati nurani. Menurut Furter, kehidupan moral merupakan problem pokok dalam masa remaja. Berikut 3 pendapat Furter:
a.       Tingkah laku moral yang sesungguhnya baru terjadi pada masa remaja.
b.      Masa remaja sebagai periode masa muda arus dihayati betul-betul untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom.
c.       Ekstensi moral sebagai keseluruhan merupakan masalah moral, hal itu harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai atau penilaian.

A.    Beberapa teori tentang perkembangan moral:
a.       Teori perkembangan moral  menurut psikoanalis dari Freud
Manusia mula-mula mempunyai Das Es (impuls-impuls nafsu), lalu Das Ich (yang menjaga supaya hubungan dengan realitas dapat dikoordiner), yang terakhir ada Das Ueber Ich (yang mengendalikan tingkah laku). Das Ueber Ich dipandang sebagai instansi dengan norma-norma yang telah diinternalisasi.
b.      Teori perkembangan moral  menurut pendekatan kognitif dari Piaget
Jenis moral menurut Piaget :
     Pemahaman moral heteronom (2-7 tahun)
Anak menilai tingkah laku baik buruk benar salah dipandang dari akibatnya, bukan dari niatnya. Walaupun niatnya baik jika akibatnya jelek, maka perbuatan itu dianggap jelek. Pada periode ini anak akan bertingkah laku baik dan benar untuk menjauhi hukuman, mereka mengira peraturan bersifat mutlak, tak dapat diubah, dan ditentukan oleh penguasa.
     Pemahaman moral otonom (10 tahun)
Pada periode ini anak telah mengetahui bahwa moral ditentukan berdasarkan kesepakatan banyak orang, dan setiap individu tunduk pada kesepakatan tersebut. Anak berpendapat tujuan dari peraturan adalah untuk memelihara kepentingan bersama dan saling menghormati.
     Periode transisi (7-10 tahun)
Merupakan periode peralihan dari pemahaman moral heteronom dengan pemahaman moral otonom, sehingga membuat pandangan moral anak masih berubah-ubah.
c.       Teori perkembangan moral menurut Kohlberg
Kohlberg mengembangkan 6 stadium dalam 3 tingkatan, yaitu:
1.      Tingkat pra-konvensional, anak belum mengenal moral
a)      Stadium pertama, orientasi kepatuhan dan hukuman
Anak menurut perintah dan patuh untuk menghindari diri dari hukuman dan mendapat penghargaan.
b)      Stadium kedua, orientasi individualisme dan instrumental
Anak melakukan sesuatu tergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesanggupan (hedonistik).
2.      Tingkat konvensional, terjadi pada siswa sekolah dasar
a)      Stadium ketiga, orientasi konformitas interpersonal
Anak menyesuaikan diri terhadap apa yang diyakini masyarakat, mematuhi standar moral untuk memperoleh nilai baik dari masyarakat.
b)      Stadium keempat, orientasi hukum dan aturan
Individu berpendapat, kegiatan yang bermoral adalah yang sesuai dengan aturan-aturan dalam masyarakat.
3.      Tingkat pasca konvensional
a)      Stadium kelima, orientasi kontrak sosial
Individu masih mau diatur oleh hukum namun mereka meyakini bahwa perubahan dan perbaikan standar moral itu dimungkinkan.
b)      Stadium keenam, orientasi etis universal
Individu sudah dapat membuat pertimbangan moral yang bersumber dari kata hati dan keyakinan diri sendiri.
d.      Teori perkembangan moral menurut Furter
Furter menyatakan bahwa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru timbul pada masa remaja (Monks dkk, 1982 : 256). Remaja dapat menginternalisasi penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi.
e.       Teori perkembangan moral ditinjau dari teori belajar
Teori ini mengemukakan bahwa tingkah laku adalah hal yang dipelajari. Jadi tingkah laku anak bukan karena hadiah, hukuman atau penguat yang lain, tetapi karena sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Proses belajar dan proses perkembangan kognitif memegang peranan penting dalam perkembangan moral.

B.     Tugas perkembangan remaja
1.      Mengatasi sifat tergantung pada orang lain
2.      Memahami norma pergaulan dengan teman sebaya
3.      Mempersiapkan diri untuk dapat hidup dewasa
4.      Mampu menghadapi masalah, bertindak, dan bertanggung jawab sendiri
5.      Menanggulangi sikap dan perilaku kekanakan

C.    Masalah pada masa remaja
1.      Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanakan menjadi sikap dewasa tidak mudah dicapai.
2.      Kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya.
3.      Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan pada remaja, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma.
4.      Remaja yang menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problem kehidupan, akan menghadapi berbagai masalah penyesuaian emosional.
5.      Harapan untuk dapat berdiri sendiri dan hidup mandiri (secara sosial ekonomis) akan bermasalah dalam penetapan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan.
6.      Norma dan nilai yang dimiliki remaja dianggap lebih sesuai daripada norma yang berlaku dalam bermasyarakat.

PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA

Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, termasuk hubungan sosial dengan lawan jenis. Remaja memiliki hubungan sosial yang lebih solid dengan lingkungan bermainnya (peer group) dibandingkan dengan keluarga dan orang tua. Pemuasa intelektual juga didapatkan remaja dalam kelompoknya dengan melakukan diskusi dan perdebatan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Remaja menganggap bahwa keberhasilan dalam pergaulan sosial khususnya di dalam kelompoknya akan menambah rasa percaya diri di dalam dirinya. Dan penolakan dalam kelompok merupakan hukuman yang paling berat bagi remaja. Oleh karena itu setiap remaja selalu berusaha untuk diterima oleh kelompoknya. Penerimaan sosial (sosial acceptance) dalam kelompok remaja sangat bergantung pada :
1.      Kesan pertama
2.      Penampilan yang menarik
3.      Partisipasi sosial
4.      Perasaan humor yang dimiliki
5.      Keterampilan berbicara
6.      Kecerdasan

Pada suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Bronson, menyimpulkan adanya tiga pola interaksi sosial, yaitu :
1.      Withdrawal vs Expansive
Anak yang tergolong Withdrawal cenderung menarik diri dari pergaulan sosial, sehingga ia lebih senang hidup menyendiri. Sedangkan anak yang tergolong Expansive cenderung mudah bergaul sehingga memiliki pergaulan sosial yang luas.
2.      Reactive vs Aplacidity
Anak yang Reactive cenderung memiliki kepekaan sosial yang tinggi, sehingga mereka banyak kegiatan. Sedangkan anak yang tergolong Aplacidity lebih acuh tak acuh bahkan tidak perduli dengan kegiatan sosial, akibatnya mereka terisolir dalam pergaulan sosial.
3.      Passivity vs Dominant
Anak yang berorientasi Passivity juga banyak mengikuti kegiatan sosial, namun mereka sudah cukup puas sebagai anggota kelompok saja, sebaliknya anak yang Dominant mempunyai kecendrungan untuk menguasai dan mempengaruhi teman-temannya, sehingga mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi pimpinan.

A.    Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
1.      Remaja mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan.
Remaja pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup .
2.      Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
3.      Remaja mulai pencarian jati dirinya
Menurut “ Erick Erikson ‘ Bahwa masa remaja terjadi masa krisis , masa pencarian jati diri. Erikson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
4.      Pengelompokkan sosial baru.
Dalam perkembangan sosial remaja terjadi pengelompokkan sosial baru, yang kecendrungannya pengelompokkan sosial bagi remaja laki-laki lebih besar dan tidak terlalu akrab, dibandingkan dengan pengelompokkan sosial remaja perempuan yang lebih kecil dan lebih dekat. Pengelompokkan tersebut menurut Hurlock (1980) yaitu teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok , baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Pada masa remaja ada beberapa sikap yang sering ditampilkan dalam kelompok, seperti:
1.      Adanya persaingan dan kompetisi
2.      Adanya konfromitas yakni selalu ingin tampil sama dengan anggota kelompok lainnya
3.      Selalu ingin menarik perhatian dengan cara menonjolkan diri dan memperhatikan orang lain
4.      Menolak aturan dan campur tangan dari orang dewasa
Kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional, remaja cenderung tertutup sehubungan dengan masalah yang ia alami. Berdasarkan tulisan Abin Samsuddin (2003) yang dikutip dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/05/karakteristik-perilaku-dan-pribadi-pada-masa-remaja/ (Diakses Minggu, 13 November 2011. Pukul 12.23) karakteristik perilaku dan  masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s/d 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s/d 18-20 tahun) meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan,  konatif, emosi afektif dan kepribadian.
Remaja Awal
(11-13 Th s.d.14-15 Th)
Remaja Akhir
(14-16 Th.s.d.18-20 Th)
Fisik
Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat.
Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat.
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang.
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.
Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa.
Psikomotor
Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
Gerak gerik mulai mantap.
Aktif dalam berbagai  jenis cabang permainan.
Jenis  dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja.
Bahasa
Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.
Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi fantastik dan estetik.
Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
Perilaku Kognitif
Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif.
Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
Tercapainya titik puncak kedewasaan  bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi.
Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas.
Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya
Perilaku Sosial
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi (perasaan tidak sadar yang saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap seseorang pada waktu yang sama) keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).
Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat.
Moralitas
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan.
Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau system  nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau system  nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasan- nya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya.
Perilaku Keagamaan
Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis
Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut system kepercayaan atau agama yang dianutnya.
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup
Mulai menemukan pegangan hidup
Konatif, Emosi,  Afektif dan Kepribadian
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya
Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya.
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat
Reaksi-reaksi dan ekspresi  emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.
Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
Kecenderungan titik berat kearah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya.
Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepriba-diannya yang relative definitive  yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa.

B.     Tujuan Perkembangan Sosial Remaja
Hubungan dan perkembangan sosial sudah dimulai sejak bayi, dilanjutkan pada masa kanak-kanak dan remaja. Hubungan sosial anak pada mulanya masih sangat terbatas, dimulai dari orang tua, keluarga, teman sebaya baik teman sejenis dan teman lawan jenis. Berdasarkan hubungan sosial dan tugas berkembangannya ada beberapa tujuan perkembangan pada remaja, yakni :
1.      Memperluas kontak sosial
Remaja mulai memperluas lingkup sosialnya, khususnya dalam memilih teman. Remaja mulai menginginkan teman yang memiliki nilai yang sama, dapat saling memahami dan memberikan rasa aman. Agar remaja dapat membicarakan hal-hal yang tidak dapat mereka bicarakan dengan orang tuanya. Untuk itu remaja mulai memperluas hubungan sosialnya dengan tidak hanya mencari teman yang ada di lingkungan terdekatnya.
2.      Mengembangkan identitas diri
Remaja mulai ingin menjawab seputar pertanyaan tentang dirinya. Erikson sering menyebut dengan istilah identitas ego yakni perkembangan diri kearah individualitas yang mantap, yang merupakan aspek penting dalam perkembangan untuk diri sendiri menjawab pertanyaan tentang dirinya, mengambil keputusan sendiri sampai dengan hidup sendiri.


3.      Menyesuaikan dengan kematangan seksual   
Kematangan seksual yang dialami remaja diikuti dengan kematangan psikoseksualnya. Namun remaja dengan perkembangan biologis yang matang belum tentu matang secara sosial. Dalam hal ini ditunjukkan dengan ketertarikan remaja dengan lawan jenis.
4.      Belajar menjadi orang dewasa
Remaja dalam hubungan sosialnya telah meluas dalam kehidupan bermasyarakat, remaja tidak hanya bergaul dengan sesame teman remajanya tetapi juga denga orang dewasa. Dengan begitu remaja dapat belajar bagaimana menjadi orang dewasa dalam menerima kedudukan, menjalankan peran, dalam keluarga dan masyarakat luas.

C.    Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam perkembangan sosial remaja sangat dipengaruhi oleh :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
2.      Kematangan anak
Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, ember dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.

4.      Tingkat pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5.      Kemampuan Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01/makalah-tentang-perkembangan-hubungan.html (Diakses Minggu, 13 November 2011 Pukul 12.15)
D.    Teori Perkembangan Sosial Erikson
Dalam perkembangan sosial Erikson mengajukan serangkaian delapan tahap perkembangan yang mencakup keseluruhan perputaran hidup (Rathus, 1981; Siti Partini, 1995; Santrock, 1997) sebagai berikut :
1.      Rasa percaya diri vs curiga (Basic trust vs mistrust)
2.      Otonomi vs malu, bimbang (autonomy vs shame, doubth)
3.      Inisiatif vs rasa bersalah (intiative vs guilt)
4.      Industry vs infioritas (industry vs infiority)
5.      Identitas vs kebingungan peran (identity vs role confusion)
6.      Intimasi vs isolasi (intimacy vs isolation)
7.      Generativitas vs stagnasi (generativity vs stagnation)
8.      Integritas ego vs putus asa (ego integrity vs despair)
Dilihat dari perkembangan sosial, usia remaja termasuk pada tahap kelima dari teori psikososial dari Erikson yaitu pencarian identitas vs kebingungan identitas. Dimana pada masa itu remaja diharapkan pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana serta bagaiman tentang dirinya.


DAFTAR PUSTAKA

Hurlock E.B., 1980. Psikologi Perkembangan. Alih Bahasa Istiwidiyanti dan Soedjarwo.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Purwanti dan Widodo.2000.Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMY.
Rathus A.R, 1981.Psychologi. College Publishing,USA.
Rochmad Wahab,H., dan Soloehudin, M. 1998/1999. Perkembangan dan Belajar Peserta
Didik. Jakarta : Depdikbud.
Santrock J.W., 1997. Live Span Development. Timer Mirror Higher education. USA
Siti Partini, 1995. Psikologi Perkembangan. FIP IKIP YOGYAKARTA.
Sunarto dan Hartono.1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dekdikbud
Syamsudin dkk.,2004. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: FIP UNY.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/ (Diakses, Minggu 13 November 2011. Pukul
12.19)
(Diakses Minggu, 13 November 2011 Pukul 12.15)
            masa-remaja/ (Diakses Minggu, 13 November 2011. Pukul 12.23)





Read more...